Tyka Manis

Pertemuan

( Sebuah cerita bersambung untuk mengatasi kesedihan yang tiba-tiba datang)
Hari itu bukanlah hari yang biasa. Saya di tempat berbeda dan di Negara yang berbeda. Yah hari ini saya telah sampai di Maroko. Sebut saja saya hanyalah orang yang beruntung bisa belajar secara gratis di sini. Yah saya adalah perempuan bernama afaf. Udara dingin ketika keluar bandara Internasional Mohammad V Maroko. Udara yang sangat berbeda dengan indnesia yang panas menusuk serta polusi di berbgai tempat.
Hari itu saya di temani laki-laki yang akan belajar dengan saya juga di negri itu. Kalau di sebut dengan teman sih  tidak. Dari umur dia 2 tahun lebih muda dari saya. Dia kuliah sma percepatan di Indonesia jadi wajar saja ketika kuliah masihlah dini di bandingkan saya. Saya bertemu dia pun baru sebulan yang lalu. Kita keluar dari bandara dengan perasaan ketakutan dan binggung. Katanya ketika sampai bandara akan ada lelaki yang menjemput kita atau bisa di bilang dia yang akan bertanggung jawab dengan penjemputan mahasiswa asing.
Kulihat sekeliling ini bandara dan kucari mana orang yang berwajah asia. Maklum saja ini Negara orang jadi sepenjang mata memandang hanya melihat bule-bule tinggi putih dan tampan. Tak kuliah siapapun yang berwajah asia dan berkulit sawo matang. Akhirnya kita putuskan untuk keluar dari tempat menunggu di bandara. Kita berdiri di depan bandara dengan badan yang kedinginan. Biasanya ketika di TV ngeliat orang-orang mengeluarkan asap karena dingin dan akhirnya saya merasakannya. Takjub dan lucu sih. Di sela-sela pembicaraan saya dengan teman saya khaldun dari belakang terdengar suara:
Kalian orang Indonesia? Saya sudah mencari kalian dari sejam yang lalu, sapanya.
Oh iyah kita mahasiswa baru di sini. Anda yang menjemput kami?, tanyaku.
Iyah nama saya Khalil amin, mahasiswa S1 tahun akhir.
Oh Mas Khalil yah, salam kenal dan maaf karena membuat anda kebingungan mencari kami, jawabku dengan tegas.
Oh iyah tak apa, mari khaldun dan afaf kita menuju ke tempat kereta di bawah tanah, kita akan menuju ke Sekretariat PPI di Rabat dengan kereta, ajaknya.
Kereta yang nyaman dan enak dii lengkapi dengan tempat duduk yang empuk. Saya dan mas Khalil berhadapan sedangkan khaldun di sebelahnya sedang menikmati dunianya sendiri dengan musik di hapenya tentunya. Saya masih rada canggung dengan orang yang baru pertama kali saya kenal tapi mau tidak mau banyak sekali pertanyaan yang ada di benak saya waktu itu. Tanpa pikir panajang ku coba bertanya.
Mas, itu pohon apa? Di tengah-tengah padang yang luas?, tanyaku
Oh itu namanya pohon zaitun, negara ini pengahsil zaitun. Pernah dengar kan dengan buah itu? Itu buah yang di tulis di alquran. Wa tini wa zaitun, jawabnya dengan semangat
Kami mulai bercakap-cakap banyak hal di perjalanan. Dari mulai dengan kebiasaan orang maroko kemudian bahasa yan di gunakan , kesulitan hidup di sini serta yang tak kalah penting makanan sehari-hari. Bersenda tawa dan ria. Untuk orang yang baru kenal mas Khalil ini terbilang ramah dan rendah hati. Walaupun kita berbicara banyak hal satu hal yang saya amati dia tidak pernah menggunakan bahasa "aku" dalam penyebutan dirinya. Selalu menggunakan kata "saya". Yah mungkin semacam penghormatan dan pertemuan pertama dengan ornag yang tidak di kenal.
Tak terasa waktu berjalan lebih lama. Rasa kantuk dan letih. Akhirnya ku letakkan hapeku di atas meja dan tertidur lelap. Biasanya saya tidak bisa tidur di sembarang tempat akhirnya terlelap. Perjalanan panjang sekitar tiga jam setengah cukup melelahkan.
Akhirnya kita telah sampai di ibu kota rabat. Kita bertiga langsung bergegas menuju sekretariat PPI di Qomro (nama daerah). Tempat yang di penuhi music Indonesia. Yah rasanya seperti setahun saja tidak pernah mendengan musik Indonesia. Kita betemu dengan ketua PPI di sana. Namanya A'yat ilmi. Dia ramah dan memberi kita makan. Yah bukan nasi sih namaya rubu3 dajaj (seperempat ayam) itu makanan khas di sni tentu saja di temani dengan roti. Walaupun aneh dan seikit kecewa karena bukan Nasi tapi tanpa rasa malu kita santap makanan aneh itu dengan lahap.
Setelah makan kita dan mas a'yat dan mas Khalil berbincang mengenai proses perkuliahan di sini. Bagaimana nanti daftar dan apa yang di butuhkan. Kita pun mendengar secara seksama. Sampai akhirnya saya bergumam dalam hati ternyata mas Khalil ini pandai bercanda dan asik yah. Beda banget waktu bicara denganku. Sepertinya dia sangat akrab dengan mas a'yat batinku. Aku terbangun dari lamunanku. Hah kok bisa saya berpikir seprti itu. Ya sudahlah.
Ku masuki kamar kecil di sekretariat PPI dan rebahkan badanku di sana. Akhirnya bisa merebahkan diri di kasur. Yah tempatnya sih tak senyaman dengan kasur di rumah, tapi bagi saya yang penting bisa selonjoran enak sudah cukup. Terlelap di keheningan malam. Pertemuan yang singkat dengan kakak-kakak kelas di sini. Setidaknya aku sudah mengenal mereka berdua di Negara asing ini pikirku sebelum tidur. Yah terima kasih atas sambutan menyenangkan dan pertemuan singkat hari ini. Selamat tidur semua.
El-Faqirah Nduk Tika

Note: Cerita ini di buat ketika saya terbangun dari tidur dan air mata membasahi pipi saya. yah hari itu 27 april 2018. empat tahun berlalu sejak dia pergi meninggalkan saya.