Tyka Manis
Ternyata menjadi seorang imam dalam jamaah ada ketentuan dan syarat-syarat yang harus di perhatikan. Bukan kita memilih-milih ketika berjamaah tapi ini memang ada sustu pertimbangan karena seorang imamlah yang akan memimpin seorang makmun dalam sholat. Dari segi keilmuan maupun dari segi kepribadianya.
Dalam beberapa kitab referensi, seperti kitab Majmu’, Safinatun Najah, Fathu Qorib telah di sebutkan dan di perincikan secaca khusus dalam bab-babnya. Adapu Syarat-syarat akan di perincikan di sini:
1.       Imam harus lebih Faqih dalam keilmuanya maksudnya imam harus mempunyai keilmuan lebih dari makmum-makmumnya. Mengerti tata cara sholat dengan baik dan dari segi keagamaan pula juga harus baik. Dari keilmuan fiqihnya pun harus lebih tau dan berilmu bahkan memahami dari setiap ilmu yang di pelajarinya.

2.       Imam lebih aqro’ yakni imam mempunyai kebaikan dalam membaca alquran dan melantunkanya. Lebih di perjelas dalam pembacaan fatihahnya. Mulai dari makhorijul hurufnya, madnya, semuanya jelas. Keilmuan tajwidnya dalam melantunkan al quran tidak di pertanyakan lagi. Misal: kita tidak boleh bermakmum dengan seseorang yang mempunyai kesulitan atau tidak fashir dalam makhroj, ketika huruf Ro’ di baca Gha’. Kecuali sendainya imam dan makmum sama mempunyai kelainan maka di perbolehkan.
3.       Imam lebih waro’, orang yang sangat berhati-hati dan menjaga budi pekertinya, tutur katanya dan tingkah lakunya.
4.       Jika  imam itu tidak memenuhi syarat maka yang di pilih itu adalah orang yang lebih tua umurnya. Lebih tua dikalangan mereka.
5.       Imam mempunyai garis keturunan yang baik. Dari segi nasabnya imam termasuk dari keluarga yang baik.
6.       Jika tidak ada pula syarat-syarat yang di atas maka yang terakhir kita melihat dari kebagusannya. Baik dalam segi wajah maupun suaranya.  Imam mempunyai suara yang merdu itu juga menjadi sebuah pertimbanga. Imam mempunyai wajah yang enak di pandang itu pun menjadi suatu pertimbangan dalam syarat terahkir ini.

Dari segi kejenisan makmun dan imam juga tidak boleh asal-asalan. Seorang laki-laki tidak boleh bermakmun dengan seorang perempuan meskipun seorang perempuan itu lebih mulia dari laki-laki. Dan jika ada seorang khuntsa yang mempunyai alat kelamin dua maka ketika dia berjamaah dengan seorang perempuan maka dialah yang lebih di dahulukan jadi imam tapi jika dia berjamaah denga seorang laki-laki maka dia lebih di anjurkan jadi makmum.

Maka perlu di perhatikan dalam hall-hal di sebutkan karena sholat adalah suatu kewajiban muthlak maka kita pun tidak boleh meremehkan dengan sesuatu yang berhubungan dengan sholat. Wallahu a’lam bi showab
Note: Mugi-mugi Manfaat lan barokah, mutholaah belajar

El FaQir


Tyka
Label: | edit post
0 Responses

Posting Komentar